Friday, April 15, 2011

Pendugaan Umur Simpan Bahan atau Produk Pangan

Menurut Institute of Food Technologist, umur simpan produk pangan adalah selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang sesuai dengan harapan konsumen. Sedangkan National Food Processor Association mendefinisikan bahwa umur simpan adalah suatu produk yang secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti yang diinginkan oleh konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki integritas serta masih memproteksi isi kemasan (Arpah 2001).
Penentuan umur simpan suatu produk dilakukan dengan mengamati produk selama penyimpanan hingga terjadi perubahan yang tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan menyimpan produk pada kondisi penyimpanan yang sebenarnya. Cara ini menghasilkan hasil yang paling tepat, namun memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar. Kendala yang sering dihadapi oleh industri dalam penentuan umur simpan suatu produk adalah masalah waktu, karena bagi produsen hal ini akan mempengaruhi jadwal launching suatu produk pangan. Oleh karena itu diperlukan metode pendugaan umur simpan cepat, mudah, murah dan mendekati umur simpan yang sebenarnya (Kusnandar 2010).
Metode pendugaan umur simpan dapat dilakukan dengan metode Accelerated Shelf-life Testing (ASLT), yaitu dengan cara menyimpan produk pangan pada lingkungan yang menyebabkannya cepat rusak, baik pada kondisi suhu atau kelembaban ruang penyimpanan yang lebih tinggi. Data perubahan mutu selama penyimpanan diubah dalam bentuk model matematika, kemudian umur simpan ditentukan dengan cara ekstrapolasi persamaan pada kondisi penyimpanan normal. Metode akselerasi dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat dengan akurasi yang baik. Metode ASLT yang sering digunakan adalah dengan model Arrhenius dan model kadar air kritis.
2.6.1  Metode pendugaan umur simpan model arrhenius
Metode ASLT model Arrhenius banyak digunakan untuk pendugaan umur simpan produk pangan yang mudah rusak oleh akibat reaksi kimia, seperti oksidasi lemak, reaksi Maillard, denaturasi protein dan sebagainya. Secara umum, laju reaksi kimia akan semakin cepat pada suhu yang lebih tinggi yang berarti penurunan mutu produk semakin cepat terjadi. Produk pangan yang dapat ditentukan umur simpannnya dengan model Arrhenius di antaranya adalah makanan kaleng steril komersial, susu UHT, susu bubuk atau formula, produk chip atau snack, jus buah, mie instan, frozen meat dan produk pangan lain yang mengandung lemak tinggi (berpotensi terjadinya oksidasi lemak) atau yang mengandung gula pereduksi dan protein (berpotensi terjadinya reaksi kecoklatan) (Syarief dan Halid 1993).
Reaksi kimia yang terjadi pada umumnya dipengaruhi oleh suhu, maka  model Arrhenius mensimulasikan percepatan kerusakan produk pada kondisi penyimpanan suhu tinggi di atas suhu penyimpanan normal. Laju reaksi kimia yang dapat memicu kerusakan produk pangan umumnya mengikuti laju reaksi ordo 0 dan ordo 1 (persamaan 1 dan 2). Tipe kerusakan pangan yang mengikuti model reaksi ordo nol adalah degradasi enzimatis (misalnya pada buah dan sayuran segar serta beberapa pangan beku); reaksi kecoklatan non-enzimatis (misalnya pada biji-bijian kering, dan produk susu kering); dan reaksi oksidasi lemak (misalnya peningkatan ketengikan pada snack, makanan kering dan pangan beku). Sedangkan tipe kerusakan bahan pangan yang termasuk dalam rekasi ordo satu adalah (1) ketengikan (misalnya pada minyak salad dan sayuran kering); (2) pertumbuhan mikroorganisme (misal pada ikan dan daging, serta kematian mikoorganisme akibat perlakuan panas); (3) produksi off flavor oleh mikroba; (4) kerusakan vitamin dalam makanan kaleng dan makanan kering; dan (5) kehilangan mutu protein (makanan kering) (Labuza, 1982).
Persamaan reaksi ordo 0:
-(dA/dT)=kA.... (1)

Persamaan reaksi ordo 1:
-(dA/dT)=kA.... (2)

dimana:         
A    = nilai mutu yang tersisa setelah waktu t
Ao  = nilai mutu awal
t     = waktu penyimpanan (dalam hari, bulan atau tahun)
k    = konstanta laju reaksi ordo nol atau satu 
Konstanta laju reaksi kimia (k), baik ordo nol maupun satu, dapat dipengaruhi oleh suhu. Karena secara umum reaksi kimia lebih cepat terjadi pada suhu tinggi, maka konstanta laju reaksi kimia (k) akan semakin besar pada suhu yang lebih tinggi. Seberapa besar konstanta laju reaksi kimia dipengaruhi oleh suhu dapat dilihat dengan menggunakan model persamaan Arrhenius (persamaan 3) sebagai berikut:
                  k=ko.exp(Ea/RT) .... (3) 
dimana:
k  = konstanta laju penurunan mutu
ko = konstanta (faktor frekuensi yang tidak tergantung suhu)
Ea = energi aktivasi
T   = suhu mutlak (K)
R  = konstanta gas (1.986 kal/mol K)
Model Arrhenius dilakukan dengan menyimpan produk pangan dengan kemasan akhir pada minimal tiga suhu penyimpanan ekstrim. Percobaan dengan metode Arrhenius bertujuan untuk menentukan konstanta laju reaksi (k) pada beberapa suhu penyimpanan ekstrim, kemudian dilakukan ekstrapolasi untuk menghitung konstanta laju reaksi (k) pada suhu penyimpanan yang diinginkan dengan menggunakan persamaan Arrhenius (persamaan 3). Dari persamaan tersebut dapat ditentukan nilai k (konstanta penurunan mutu) pada suhu penyimpanan umur simpan, kemudian digunakan perhitungan umur simpan sesuai dengan ordo reaksinya (persamaan 1 dan 2).
2.6.2  Metode pendugaan umur simpan model kadar air kritis
Kerusakan produk pangan dapat disebabkan oleh adanya penyerapan air oleh produk selama penyimpanan. Produk pangan yang dapat mengalami kerusakan seperti ini di antaranya adalah produk kering, seperti snack, biskuit, krupuk, permen, dsb. Kerusakan produk dapat diamati dari penurunan kekerasan atau kerenyahan, dan/atau peningkatan kelengketan atau penggumpalan. Laju penyerapan air oleh produk pangan selama penyimpanan dipengaruhi oleh tekanan uap air murni pada suhu udara tertentu, permeabilitas uap air dan luasan kemasan yang digunakan, kadar air awal produk, berat kering awal produk, kadar air kritis, kadar air kesetimbangan pada RH penyimpanan, dan slope kurva isoterm sorpsi air. Faktor-faktor tersebut diformulasikan oleh Labuza dan Schmidl (1985) menjadi model matematika (persamaan 4) dan digunakan sebagai model untuk menduga umur simpan. Model matematika ini dapat diterapkan khususnya untuk produk pangan kering yang memiliki kurva isoterm sorpsi air (ISA) berbentuk sigmoid.
θ = [ln (Me-Mo)/(Me-Mc)]/[(k/x)(A/Ws)(Po/b0]
dimana:
θ    = waktu perkiraan umur simpan (hari)
Me = kadar air keseimbangan produk (g H2O/g padatan)
Mo    = kadar air awal produk (g H2O/g padatan)
b    =   slope kurva sorpsi isotermis
Mc =   kadar air kritis (g H2O/g padatan)
k/x =   konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg)
A   =    luas permukaan kemasan (m2)
Ws =   berat kering produk dalam kemasan (g padatan)
Po  =   tekanan uap jenuh (mmHg)
Model untuk menduga umur simpan produk pangan yang mudah rusak karena penyerapan air adalah dengan pendekatan metode kadar air kritis. Data percobaan yang diperoleh dapat mensimulasi umur simpan produk dengan permeabilitas kemasan dan kelembaban relatif ruang penyimpanan yang berbeda. Produk pangan yang mengandung kadar sukrosa tinggi, seperti permen, umumnya bersifat higroskopis dan mudah mengalami penurunan mutu selama penyimpanan yang disebabkan oleh terjadinya penyerapan air. Umur simpan produk seperti ini akan ditentukan oleh seberapa mudah uap air dapat bermigrasi ke dalam produk selama penyimpanan dengan menembus kemasan. Semakin besar perbedaan antara kelembaban relatif lingkungan penyimpanan dibandingkan kadar air produk pangan, maka air semakin mudah bermigrasi.
Kurva ISA sukrosa dan produk pangan yang mengandung sukrosa tinggi lebih sulit ditentukan, karena sifat higroskopis dari gula yang menyebabkan penyerapan air berlangsung terus menerus dan tidak mencapai kondisi kesetimbangan, terutama pada kelembaban relatif (RH) di atas 75% (Guo, 1997). Kurva ISA produk pangan yang mengandung gula tinggi juga tidak berbentuk sigmoid sehingga kadar air ksetimbangan dan kemiringan kurva sulit ditentukan (Adawiyah, 2006). Oleh karena itu, penentuan umur simpan produk pangan yang mengandung kadar gula tinggi tidak dapat menerapkan model persamaan (4). Pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan memodifikasi model persamaan (4) dengan mengganti slope kurva ISA (b) dan kadar air kesetimbangan (Me) dengan perbedaan tekanan (DP) antara di dalam dan di luar kemasan (Labuza dan Schmidl, 1985). Hal ini didasarkan pada prinsip terjadinya migrasi uap air dari udara ke dalam produk yang disebabkan oleh perbedaan tekanan udara antara di luar kemasan dan di dalam kemasan. Model matematika tersebut dapat dilihat pada persamaan (5). Untuk menentukan DP diperlukan data aktivitas air (aw) produk, dengan asumsi terjadi kesetimbangan antara RH di dalam kemasan dengan aw produk.
t= [(Me-Mi)Ws]/[(k/x)(A)(dP)]                  (5)

No comments:

Post a Comment