Wednesday, May 11, 2011

Sistem HACCP dan Kelayakan Dasar Unit Pengolahan

Sistem HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point)
HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengontrol  setiap tahapan proses yang rawan terhadap resiko bahaya signifikan, terkait dengan ketidakamanan pangan (Mayes 2001 ). Menurut Otwell (2001), sistem HACCP menggunakan pendekatan yang sistematis terhadap identifikasi bahaya dan pengukuran yang spesifik terhadap pengendalian untuk menjamin keamanan pangan. Pengukuran pada tindakan pencegahan terhadap resiko bahaya harus diuraikan secara detail. Sistem HACCP ini menekankan pelaksanaan perekaman yang cermat terhadap semua proses, sehingga merupakan sistem dokumentasi yang dapat memberikan informasi bahwa semua resiko bahaya pada sistem operasi berada dibawah kontrol.
Menurut Mayes (2001) alasan utama pembuatan dan penerapan sistem HACCP dalam industri pangan adalah:
1.    Meningkatnya tuntutan konsumen atas keamanan pangan (food safety)
2.    Pengujian pada produk akhir (end product inspection) sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumen
3.    Adanya pendekatan baru yang berdasarkan atas tindakan pencegahan (preventive measure), pengawasan selama proses (in process inspection) dan semakin dominannya peranan perusahaan dalam pengawasan mutu secara mandiri (self regulatory quality control).
 Prinsip HACCP
Secara umum, program HACCP didasarkan pada tujuh prinsip yang dikembangkan oleh  NACMCF (National Advisory Comittee on Microbiological Criteria for Foods). Ketujuh prinsip tersebut adalah ( Mayes 2001 ):
1. Melakukan suatu analisis bahaya (hazard analysis) dengan mengidentifikasi dan menginventarisasi bahaya-bahaya terhadap keamananan  produk pangan yang dapat terjadi dalam proses produksi serta tindakan-tindakan pencegahan yang diperlukan untuk mengendalikan bahaya atau resiko potensial yang membahayakan.
2.  Mengidentifikasi titik pengendalian kritis (Critical Control Point). CCP adalah tahapan dari prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya bagi keamanan produk makanan itu dapat dicegah, dihilangkan, atau dikurangi.
3. Menetapkan batas-batas kritis (Critical limit) untuk dapat dilakukan tindakan-tindakan pencegahan terhadap resiko bahaya pada setiap CCP. Suatu batas kritis adalah nilai maksimum atau minimum yang harus dikendalikan pada setiap CCP.
4. Melakukan pemantauan (monitoring) yang terdiri atas aktivitas pengamatan, pengukuran atau pengujian yang dilakukan untuk menilai apakah suatu CCP berada dalam batas-batas kritis yang ditetapkan atau tidak.
5. Melakukan tindakan korektif dan pencegaan yang diperlukan. Program HACCP harus mencakup prosedur tindakan korektif dan/atau preventif untuk menghindari pemusnahan produk dari ketidaksesuaian serta melakukan perbaikan atau korektif dengan mencari akar-akar penyebab masalah dan memperbaikinya.
6. Melakukan verifikasi ulang terhadap rencana HACCP secara regular dan periodik untuk melihat apakah sistem efektif sesuai dengan rencana awal dan jika memungkinkan rencana-rencana dapat dimodifikasi untuk mencapai tujuan keamanan produk.
7. Mendokumentasikan catatan-catatan untuk mengembangkan suatu prosedur pengendalian catatan yang efektif, konsisten dan dapat diandalkan harus diperoleh selama operasi program HACCP dan harus selalu tersedia untuk penggunaan dan tinjauan manajemen.
 Kelayakan dasar suatu sistem unit pengolahan
Menurut Otwell (2001), sistem HACCP sebagai suatu sistem pengendalian mutu tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus diunjang oleh faktor-faktor lain yang menjadi dasar dalam menganalisis besar kecilnya resiko terjadinya bahaya. Faktor penunjang yang menjadi prasyarat (pre-requisite) keefektifan penerapan program HACCP sebagai sebuah sistem pengendalian mutu  adalah terpenuhinya persyaratan kelayakan suatu sistem unit pengolahan, yang meliputi:
a.               Cara berproduksi yang baik dan benar (Good Manufcturing Practices – GMP), meliputi persyaratan bahan baku, bahan pembantu, bahan tambahan makanan, persyaratan produk akhir, penanganan, pengolahan, perwadahan atau pengemasan, penyimpanan, pengangkutan dan distribusi.
b.              Prosedur operasional standar sanitasi (Sanitation standard operating procedure – SSOP), meliputi persyaratan kondisi fisik sanitasi dan higienis fisik perusahaan atau unit pengolahan, sanitasi dan kesehatan karyawan dan prosedur pengendalian sanitasi.

No comments:

Post a Comment