Analisis Fitokimia
Fitokimia berasal dari kata phytochemical . Phyto berarti tumbuhan atau tanaman dan chemical sama dengan zat kimia berarti zat kimia yang terdapat pada tanaman. Senyawa fitokimia tidak termasuk kedalam zat gizi karena bukan berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral maupun air (Daris 2009).
Secara garis besar fitokimia diklasifikasikan menurut struktur kimianya sebagai berikut : fitokimia karotenoid, fitokimia fitosterol, fitokimia saponin, fitokimia glukosinolat, fitokimia polifenol, fitokimia inhibitor protease, fitokimia monoterpen, fitokimia fitoestrogen, fitokimia sulfida, fitokimia asam fitat. Masih banyak sekali jenis fitokimia lain (Daris 2009).
Analisis fitokimia adalah analisis yang mencakup pada anekaragam senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh makhluk hidup, yaitu mengenai struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebarannya secara alamiah dan fungsi biologinya. Alasan melakukan analisis fitokimia adalah untuk menentukan ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau efek yang bermanfaat, yang ditunjukkan oleh ekstrak kasar bila diuji dengan sistem biologi (Harbone 1987 diacu dalam Ahdayanti 2009).
Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung atom nitrogen yang tersebar secara terbatas pada tumbuhan. Senyawa ini cukup banyak jenisnya dan terkadang memiliki struktur kimia yang sangat berbeda satu sama lain, meskipun berada dalam satu kelompok. Alkaloid adalah bahan organik yang mengandung nitrogen sebagai bagian dari sistim heterosiklik. Pengelompokan alkaloid biasanya didasarkan pada prekursor pembentuknya. Kebanyakan dibentuk dari asam amino seperti lisin, tirosin, triptofan, histidin dan ornitin (Anonimb 2008).
Alkaloid pada umumnya mencakup senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid biasanya tanpa warna, seringkali bersifat optis aktif kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotin) pada suhu kamar. Secara kimia, alkaloid merupakan suatu golongan heterogen. Alkaloid berkisar dari senyawa sederhana seperti koniina, yaitu alkaloid utama Conium maculatum sampai ke struktur pentasiklik seperti striknina, yaitu racun kulit Strychnos. Secara klasik, alkaloid dipisahkan dari kandungan tumbuhan lainnya sebagai garamnya dan sering diisolasi sebagai Kristal hidroklorida atau pikrat (Harborne 1987 diacu dalam Ahdayanti 2009).
Steriod
Steroid merupakan golongan dari senyawa triterpenoid. Senyawa ini dapat diklasifikasikan menjadi steroid dengan atom karbon tidak lebih dari 21, seperti sterol, sapogenin, glikosida jantung, dan vitamin D. steroid alami berasal dari berbagai transformasi kimia triterpena yaitu lanosterol dan sikloartenol. Senyawa steroid dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan obat (Harborne 1987 diacu dalam Ahdayanti 2009).
Fenol hidroquinon
Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar, seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Antioksidan yang termasuk dalam golongan ini biasanya intensitas warnanya rendah atau kadang-kadang tidak berwarna dan banyak digunakan karena tidak beracun. Antioksidan golongan fenol meliputi sebagian besar antioksidan yang dihasilkan oleh alam dan sejumlah kecil antioksidan sintesis, serta banyak digunakan dalam bahan pangan berlemak. Beberapa contoh antioksidan yang termasuk golongan ini anatar lain hidrokuinongossipol, pyrogallol, catechol, dan eugenol (Harborne 1987 diacu dalam Ahdayanti 2009).
Benedict
Uji benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula (karbohidrat) pereduksi. Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan beberapa disakarida seperti laktosa dan maltosa. Pada uji Benedict, pereaksi ini akan bereaksi dengan gugus aldehid, kecuali aldehid dalam gugus aromatik, dan alpha hidroksi keton. Oleh karena itu, meskipun fruktosa bukanlah gula pereduksi, namun karena memiliki gugus alpha hidroksi keton, maka fruktosa akan berubah menjadi glukosa dan mannosa dalam suasana basa dan memberikan hasil positif dengan pereaksi benedict (Riyadi 2009).
Larutan-larutan tembaga yang alkalis bila direduksi oleh karbohidrat yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas akan membentuk Cupro Oksida (Cu2O) yang berwarna hijau, merah, orange, atau merah bata dan adanya endapan merah bata pada dasar tabung reaksi (Anonim, 2009). Uji benedict bertujuan untuk menunjukkan adanya zat-zat yang mereduksi dalam suasana alkalis dan dapat membedakan sakarida (gula) yang dapat mereduksi dan sakarida yang tidak dapat mereduksi.
Biuret
Uji biuret digunakan untuk menguji keberadaan protein dalam suatu bahan. Penentuan kadar protein kasar sendiri dilakukan berdasarkan penentuan kandungan nitrogen, termasuk dengan komponen lain yang mengandung nitrogen. Yang termasuk protein disini adalah asam amino bebas, amina, basa purin dan pirimidin, asam nukleat, dan alkaloid (Salunkhe et al. 1985 diacu dalam Anita 2009).
Saponin
Saponin didefinisikan sebagai senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan busa bila dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah, sehingga dapat dideteksi berdasarkan kemempuannya membentuk busa dan menghemolisis darah (Robinson 1995 diacu dalam Firmansyah 2005). Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah terdeteksi dalam lebih dari 90 jenis tumbuhan. Glikosida adalah suatu kompleks antara gula pereduksi (glikon) dan bukan gula (aglikon). Saponin adalah jenis glikosida yang terdiri atas gula sebagai bagian glikon yang terikat pada sapogenin yang merupakan bagian aglikonnya (Harborne 1996 diacu dalam Firmansyah 2005).
Pencarian saponin dalam tumbuhan telah dirangsang oleh kebutuhan akan sumber apoginin yang mudah diperoleh dan dapat diubah di laboratorium menjadi sterol hewan yang berkhasiat penting (misalnya kortison, estrogen kontraseptif dan lain-lain) (Harborne 1987 diacu dalam Ahdayanti 2009).
Flavonoid
Pengujian flavonoid yang bernilai positif ditunjukkan dengan adanya pembentukan warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol. Flavonoid merupakan senyawa fitokimia yang memberikan warna ungu pada buah anggur. Flavonoid dapat mencegah oksidasi LDL (kolesterol jahat) 20 kali lebih kuat daripada vitamin E, yang selama ini dikenal sebagai antioksidan alami. Flavonoid terbukti mempunyai efek biologis yang sangat kuat sebagai antioksidan, menghambat penggumpalan keping-keping sel darah, serta merangsang oksidasi nitrit yang dapat melebarkan pembuluh darah (Anonim 2009).
Semua flavonoid menurut strukturnya merupakan turunan senyawa induk flavon yang terdapat berupa tepung putih pada tumbuhan primula dan sebagian besar larut dalam air. Senyawa ini dapat diekstraksikan dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, oleh karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau ammonia (Harborne 1987 diacu dalam Ahdayanti 2009).
Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi. Oleh karena itu, menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spectrum UV spectrum tampak. Flavonoid terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida aglikon flavonoid. Penggolongan jenis flavonoid yaitu antosianin, proantosianididn, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon, auron, flavanon dan isiflavon (Harborne 1987 diacu dalam Ahdayanti 2009).
Ninhidrin
Semua asam amino, atau peptida yang mengandung asam-α amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk senyawa kompleks berwarna biru-ungu. Namun, prolin dan hidroksiprolin menghasilkan senyawa berwarna kuning (Arif 2008). Uji ninhidrin adalah suatu uji umum untuk protein dan asam amino. Ninhidrin dapat mengubah asam amino menjadi suatu aldehida. Uji ninhidrin dilakukan dengan menambahkan beberapa tetes larutan ninhidrin yang tidak bewarna ke dalam sampel., kemudian dipanaskan beberapa menit. Adanya protein ditunjukkan oleh terbentuknya warna ungu. Reaksi ini berguna untuk semua senyawa protein yang mengandung sekurang-kurangnya satu gugus karboksil dan satu gugus amino yang bebas. Apabila pengujian dengan pereaksi ninhidrin memberikan hasil negatif, yang berarti senyawa tidak mengandung gugus amina bebas (Putri 2009).
Protein yang mengandng sedikitnya satu gugus karboksil dan gugus asam amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk persenyawaan berwarna. Uji ini bersifat umum untuk semua asam amino, dan menjadi dasar penentuan kuantitatif asam amino. Pada uji ini, hanya kasein yang menunjukkan uji negatif terhadap ninhidrin (Arif 2008). Kelebihan dari uji ninhidrin ialah prosesnya relatif lebih cepat dari kaedah Kjeldahl, namun juga terdapat kelemahannya, yakni tingkat ketelitian (precision) rendah, warna dapat berubah-ubah mengikut komposisi asam amino yang berbeda-beda (Anonim 2007).
No comments:
Post a Comment