Petrosiidae memiliki karakteristik berbentuk kompak, seperti kawah gunung atau vas bunga, mengerak, membulat atau bercabang. Teksturnya keras dan rapuh, mencerminkan sebagian besar spesies ini memiliki spikul yang tersusun atas silikat dibandingkan spongin. Rangka bagian yang seperti jala terdiri dari spikul tunggal atau bidang spikul yang membentuk kulit yang mengeras, membuat penampilan luarnya terlihat halus. Perkembangbiakan ovivar (Hooper 2000 diacu dalam Astuti 2007). Menurut Hooper (2000) diacu dalam Astuti (2007) klasifikasi sponges (Petrosia sp.) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Porifera
Kelas : Demospongiae
Subkelas : Ceractinomorpha
Ordo : Haplosclerida
Famili : Petrosiidae
Genus : Petrosia
Genus Petrosia memiliki rangka luar yang terdiri atas isotropic spikul, rangka bagian tengah seperti lembaran jala isotropic yang terdiri atas jalur-jalur padat spikul yang diikat oleh sedikit spongin yang membuat spons ini memiliki tekstur yang keras. Spons merupakan hewan multiselular primitif dari filum Porifera. Selnya belum terorganisir dengan baik dan belum memiliki organ maupun jaringan yang sejati. Hidup menetap dan menempel pada substrat batu, karang, kayu, pasir cangkang dan beberapa menempel pada lumpur. Seluruh tubuhnya ditutupi pori-pori atau rongga sebagai sistem saluran air (Suwignyo et. al. 1997 diacu dalam Astuti 2007).
De Voogd (2005) diacu dalam Astuti (2007) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan spons adalah suhu, salinitas, kedalaman serta kekeruhan dan sedimentasi. Spons tumbuh pada kisaran suhu 26-310C dan pada daerah empat musim suhu merupakan faktor lingkungan utama yang mengatur reproduksi spons. Spons hidup pada salinitas 28-38 ppt (De Voogd 2005 diacu dalam Astuti 2007). Kekeruhan yang tinggi dapat meningkatkan laju sedimentasi pada permukaan spons. Memiliki tipe saluran air leuconoid (Pechenik 2000 diacu dalam Astuti 2007).
Penelitian yang telah ada terhadap spons telah menghasilkan senyawa-senyawa baru dengan struktur unik dan memiliki aktivitas farmakologis diduga memiliki senyawa-senyawa hasil metabolisme sekunder berupa alkaloid atau flavonoid. Senyawa-senyawa tersebut kemungkinan merupakan senyawa bioaktif yang dapat digunakan dalam dunia pengobatan, misalnya sebagai antikanker (Khurniasari 2004).
No comments:
Post a Comment