Monday, May 30, 2011

Good Manufacturing Practices (GMP)

Good Manufacturing Practices (GMP)
Good Manufacturing Practices (GMP) atau cara-cara berproduksi yang baik dan benar, merupakan suatu pedoman bagi suatu industri pangan tentang cara-cara berproduksi makanan dan minuman dengan baik. GMP merupakan suatu prasyarat utama industri panagn memperoleh sertifikat HAACP (Winarno dan Surono 2004).
GMP telah dijadikan pedoman dan penuntun bagi produsen makanan dan minuman dengan tujuan meningkatkan mutu hasil produksinya, sehingga masyarakat dapat dilindungi keselamatannya dan kesehatannya terhadap produksi dan peredaran makan yang telah memenuhi syarat.
Tujuan dari Penerapan GMP sebagai prasyarat dasar adalah agar setiap karyawan teknis maupun administrasi dari paling bawah sampai paling atas (Winarno dan Surono 2004) :
a)      Mengerti bahwa program kebersihan dan sanitasi akan meningkatakan kualitas sehingga tingkat keamanan produk meningkat, seirama dengan menurunnya kontaminasi mikroba.
b)      Mengetahui adanya Peraturan Good Manufacturing Practices (GMP) yang harus digunakan zat-zat tertentu yang dianggap aman dan efektif bagi program sanitasi dan hygiene.
c)      Mengetahui tahapan-tahapan dalam sanitasi dan higiene
d)     Mengetahui persyaratan minimum penggunaan sanitasi dengan klorin pada air pendingin (cooling water).
e)      Mengetahui adanya faktor-faktor seperti pH, suhu, dan konsentrasi desinfektan yang mempengaruhi hasil akhir suatu proses sanitasi
f)       Mengetahui masalah potensial yang mungkin timbul bikla sanitasi dijalankan dengan cukup.
Ruang lingkup GMP mencakup cara-cara produksi yang baik sejak bahan mentah masuk ke pabrik sampai produk dihasilkan, termasuk persyaratan-persyaratan lainnya yang harus dipenuhi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penerapan GMP adalah lokasi, bangunan, peralatan produksi, fasilitas sanitasi, higiene karyawan dan peralatan, proses pengolahan, produk pengolahan, produk akhir, bahan kemasan dan wadah, label, penyimpanan, transportasi, laboratorium (Winarno dan Surono 2004).

Manajemen Produksi

Manajemen Produksi
            Manajemen produksi dan operasi merupakan manajemen dari suatu sistem informasi yang mengkonversikan masukan (inputs) menjadi keluaran (outputs) yang berupa barang atau jasa. Hal ini berkaitan dengan pelaksanaan fungsi produksi dan operasi memerlukan serangkaian kegiatan yang merupakan suatu sistem. Sistem produksi mempunyai unsur-unsur yaitu masukan, pentransformasian dan keluaran. Sedang produksi dan operasi merupakan suatu sistem untuk meyediakan barang-barang dan jasa-jasa yang dibutuhkan dan akan dikombinasikan oleh anggota masyarakat (Okasatria 2008).
            Kegiatan utama yang bersangkutan dengan manajemen produksi adalah proses produksi. Proses adalah cara, metode dan teknik bagaimana sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan dan dana) yang ada diubah untuk memperoleh suatu hasil. Sedangkan produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa. Jadi proses produksi dapat diartikan sebagai cara, metode dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan – bahan, dan dana) yang ada (Okasatria 2008).
Jenis-jenis proses produksi itu sangatlah banyak. Tetapi pada umumnya terdapat dua jenis proses produksi yaitu (Okastria 2008) :
  1. Proses produksi terus-menerus (continuous processes) adalah suatu proses produksi yang mempunyai pola atau urutan yang selalu sama dalam pelaksanaan proses produksi di dalam perusahaan.
Proses produksi terputus-putus (intermitten processes) adalah suatu proses produksi dimana arus proses yang ada dalam perusahaan tidak selalu sama.

Persyaratan Mutu Udang Beku

Persyaratan Mutu Udang
            Udang merupakan komoditas ekspor Indonesia yang merupakan sumber pemasukkan negara. Namun udang merupakan komoditas yang mudah atau cepat busuk, oleh karena itu tuntutan terhadap standar mutu dan keamanan produk perikanan semakin kuat. Menurut Ilyas (1993), persyaratan mutu udang dapat ditentukan dengan dua cara yaitu persyaratan bahan mentah dan spesifikasi produk akhir. Hanya udang segar yang terbaik yang dapat dibekukan. Udang segar beku setelah dilelehkan, rupa, citrasa, dan teksturnya harus seperti yang dimiliki udang baru ditangkap. Produk udang beku harus memiliki persyaratan seperti pada tabel 2.

Tabel 2. Persyaratan mutu udang beku
Keterangan
Persyaratan
Persyaratan mutu
Pemberian angka dalam ketentuan spesifikasi penandaan harus diatas angka rata-rata yaitu diatas 3,0
Suhu
Suhu pada pusat bagian dalam produk harus di bawah – 18ºC
Berat bersih
Berat bersih produk tidak boleh kurang dari yang dicantumkan pada label
Bahan pengepak

Pelabelan
Pelabelan harus benar dan tepat menyatakan nama dan sifat produk
Bahan berasal dari luar

Kesegaran
Kadar volatile basse nitrogen dari sampel harus di bawah 30 mg per 100 gr
Hitung pelat
< 105 per 100 gr sampel
E. coli MPN
Negatif per 100 g sampel
Ukuran
Ukuran udang harus sesuai dengan pernyataan ukuran yang dilabelkan
Sumber : Ilyas (1993)

Penyimpanan Udang Beku

Penyimpanan Udang Beku
            Penyimpanan beku merupakan suatu usaha penyimpanan produk udang beku dalam suasana suhu beku yang sangat rendah agar dapat mempertahankan semua faktor mutu yang diinginkan pada produk dengan daya awet sepanjang mungkin (Ilyas 1993). Untuk mempertahankan mutunya, udang perlu disimpan pada suhu sekitar -30°C. Fungsi penyimpanan beku ini adalah menyimpan produk udang beku pada tingkat suhu rendah yang diinginkan yang dapat mempertahankan kondisi dan mutu produk udang beku selama jangka waktu yang ditetapkan (Ilyas 1993).
            Menurut Ilyas (1993), agar dapat melaksanakan fungsi penyimpanan beku dengan baik, setiap gudang beku haruslah memenuhi persyaratan yaitu :
Ø  Kondisi operasi, memiliki kondisi operasi yang sesuai dengan persyaratan yang dituntut oleh produk beku yang akan disimpan, terutama mengenai tingkat suhu rendah, keadaan lingkungan udara atau gas, keadaan kelembaban, dan lain-lain.
Ø  Kapasitas refrigerasi. Agar dapat beroperasi dengan baik pada tingkat suhu rendah yang diinginkan, gudang beku harus memiliki kapasitas refrigerasi yang cukup.
Ø  Desain dan konstruksi yang baik, serta pengoperasian yang benar.

Pembekuan Udang

Pembekuan
            Refrigerasi atau pembekuan merupakan usaha pemeliharaan tingkat suhu dari suatu bahan atau ruangan pada tingkat yang lebih rendah daripada suhu lingkungan atau atmosfir sekitarnya dengan cara penyerapan atau penarikan panas dari bahan atau ruangan tersebut (Ilyas 1983). Secara singkat dapat dikatakan bahwa refrigerasi adalah usaha memindahkan panas dari suatu bahan atau ruangan ke bahan atau ruangan lainnya (Ilyas 1983). Prinsip dasar dari refrigerasi yang dapat diamati pada lemari pendingin, pabrik es, kamar dingin, gudang beku, dan lainnya, sebenarnya sederhana yakni menyerap panas dari suatu ruangan berinsulasi tertutup kedap lalu memindahkan dan menghilangkan panas itu ke luar ruangan (Ilyas 1993).
            Tujuan pembekuan udang adalah menerapkan metode unggul guna mempertahankan sifat – sifat mutu tinggi pada udang dengan teknik penarikan panas secara efektif dari udang agar suhu udang turun sampai pada suatu tingkat suhu rendah yang stabil dan mengawet dalam arti udang itu hanya mengalami proses perubahan mutu yang minimum selama proses pembekuan, penyimpanan beku dan distribusi, sehingga dapat dinikmati oleh konsumen (Ilyas 1993).
            Pembekuan udang dilakukan dengan dua cara yaitu dengan air blast freezer yang mempunyai kapasitas sekitar 10 ton dengan waktu pembekuan 10 hingga 15 jam, dan contact flat freezer yang kapasitasnya 400 kg dengan waktu pembekuan 4 jam. Suhu pada saat akhir pembekuan -34ºC hingga -36°C (Wahyudi 2003). Menurut Wahyudi (2003), lama pembekuan udang dapat bervariasi, karena tergantung dari beberapa hal diantaranya yaitu :
Ø  Jumlah udang yang dibekukan. Semakin banyak udang yang dibekukan maka semakin lama pembekuannya.
Ø  Alat pembeku yang digunakan. Contact flat freezer lebih cepat membekukan bahan dibandingkan air blast freezer.
Ø  Suhu pembekuan yang digunakan. Semakin rendah suhu pembekuan maka pembekuan semakin cepat selesai.

Penanganan Udang Segar

Penanganan Udang Segar
            Udang merupakan salah satu produk perikanan yang mudah busuk atau rusak oleh karena itu proses penanganan udang perlu dilakukan lebih cepat agar memperoleh harga jual yang tinggi. Harga udang akan merosot tajam apabila mutunya terlihat mundur (Soeseno 1983). Untuk mencegah kemunduran mutu, penangkapan udang harus dilakukan pada waktu malam atau subuh, ketika suhu udara relatif masih rendah, dan udang hasil tangkapan yang sudah diangkat dari air tidak terkena cahaya matahari langsung (Soeseno 1983).
            Langkah yang dianjurkan bagi penanganan hasil panen udang laut dan budidaya tambak adalah sebagai berikut (Ilyas 1993) :
  1. Sortasi, memilih udang dan memisahkannya dari hasil tangkapan samping lainnya
  2. Pencucian, dengan air laut bersih atau air tawar mutu air minum sebaiknya yang diklorinasi
  3. Pemotongan kepala atau operasi penyiangan lainnya (pengupasan, pembuangn isi perut, dan lain-lain)
  4. Pencucian
  5. Perlakuan pencelupan, untuk menghambat pembentukan bercak hitam
  6. Pendinginan, menurunkan suhu udng segera mencapai 0ºC sampai -1ºC dengan menggunakan hancuran es halus, atau air laut atau air tawar yang didinginkan
  7. Penyimpanan dingin (pada sekitar 0ºC sampai -1ºC) dan transportasi dingin selama udang itu dipasarkan segar atau selama mengangkutnya ke pabrik pengolahan beku (cold storage)   
  8. Pembekuan dan penyimpanan beku

Kemunduran Mutu Udang

Kemunduran Mutu
            Setelah udang ditangkap maka akan mengalami perubahan ke arah menurunnya mutu dan akhirnya membusuk yang disebabkan oleh faktor waktu dan suhu. Udang yang baru ditangkap rupanya cemerlang dan lembab. Setelah memasuki proses penurunan mutu terjadilah perubahan warna dari warna aslinya ke arah warna kecoklatan dan akhirnya kehitaman, bau segar udang baru ditangkap segera akan hilang, akhirnya berubah ke arah bau amoniak  dan busuk, citarasa udang pun akan berkurang, tekstur yang mulanya kompak dan elastik akan berubah menjadi lembek, hubungan antara ruas jadi longgar sedangkan kepala agak terkulai longgar, udang diliputi oleh bercak hitam (black spot) yang sangat mengurangi nilai harganya (Ilyas 1993).
            Semua perubahan penurunan mutu diatas penyebabnya adalah proses enzimatik, kimiawi, dan bakterial yang dipengaruhi oleh keadaan fisik udang, faktor waktu dan suhu (Ilyas 1993).
a.       Penurunan mutu enzimatik
Diantara proses enzimatik yang sangat mempengaruhi rupa udang adalah pembentukan bercak hitam (melanosis) dengan gejala terjadinya penghitaman pada kepala, ruas-ruas dan ekor.  Penyebabnya adalah enzim dalam udang yang melalui suatu rangkaian reaksi, mengoksidasi senyawa-senyawa tertentu, menghasilkan pigmen melanin berwarna hitam. Proses melanosis ini segera dan cepat dipengaruhi oleh keadaan kering, adanya oksigen, suhu tinggi, dan faktor waktu (Ilyas 1993).
b.      Penurunan mutu secara kimiawi
Berbagai uji kimiawi dikembangkan untuk mengetahui derajat kesegaran udang, antara lain dengan uji TVB (Total Volatile Bases) atau TMA (Trimethylamine), tetapi uji ini tidak dapat menunujukkan pada tahap mana hilangnya mutu unggul. Selama mutu masih unggul dan kesegaran menurun pH akan naik berangsur mencapai 7,6. Seterusnya pH tidak naik lagi di atas 7,6 artinya udang itu sudah jelas busuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa udang masih bermutu unggul apabila pH daging udang berada di bawah 7,5 (Ilyas 1993).
c.       Penurunan mutu bakterial
Pada studi penurunan mutu udang secara bakteriologis terlihat bahwa kandungan udang akan bakteri sangat bervariasi tergantung pada kebersihan udang saat ditangkap, cara penanganan setelah dipanen, dan lain-lain. Uji berupa penghitungan jumlah bakteri total ternyata tidak dapat digunakan sebagai petunjuk mutu yang tepat. Pada pencucian udang dengan air laut bersih jumlah bakteri awal dapat direduksi 45% dan setelah kepala dibuang jumlah bakteri dapat direduksi dengan 90% (Ilyas 1993).

Komposisi Kimia dan Mutu Udang

Komposisi Kimia Udang
            Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa mempunyai nilai gizi yang tinggi dan  merupakan sumber protein hewani yang bermutu tinggi.

Tabel 1. Komposisi kimia udang
Komposisi Kimia
Jumlah Komposisi
Protein ( % )
12
Lemak ( % )
0.2
Kadar Air ( % )
78
Kadar Abu ( % )
0.4
Kalsium (mg/100 gr udang)
136
Fosfor  (mg/100gr udang)
170
Vitamin B1 (mg/100 gr udang)
0.01
Vitamin A (SI/100 gr udang)
60

       Mutu Udang
            Mutu udang terutama ditentukan oleh keadaan fisik dan organoleptik dari udang. Keseragaman jenis dan ukuran sangat dinilai tinggi. Sesuai bentuk atau tipe produk maka produk udang tidak boleh ada cacat, rusak atau defek yang akan mengurangi nilai. Jumlah ruas, misalnya, tidak boleh kurang dari ketentuan. Di samping itu produk udang tidak boleh mengandung kotoran atau benda asing (pasir atau yang lainnya), tidak boleh mengandung parasit, bakteri cemaran dan penyakit yang membahayakan kesehatan (Ilyas 1993).
            Sesudah keseragaman jenis dan ukuran udang, yang mendapatkan penilaian yang tinggi pada produk udang adalah faktor mutu rupa, warna dan bau. Warna udang harus asli  sesuai warna jenis udang yang bersangkutan. Untuk mempertahankan mutu udang, udang dapat disimpan pada suhu rendah yaitu sekitar 0°C. Apabila udang dibekukan atau disimpan beku sampai di bawah -18ºC keunggulan mutunya dapat bertahan beberapa bulan (Ilyas 1993)

Deskripsi dan Morfologi Udang Windu (Penaeus monodon)

Deskripsi dan Morfologi Udang Windu (Penaeus monodon)
            Udang windu (Penaeus monodon) atau biasa disebut udang pacet memiliki kulit yang tebal dan keras, berwarna hijau kebiruan dengan garis melintang yang lebih gelap, ada juga yang berwarna kemerah-merahan dengan garis melintang coklat kemerahan (Wahyudi 2003). Nama dagang udang ini adalah Tiger shrimp.
            Menurut Suwignyo et al. (1997) dalam Ariesta (2007), udang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Filum               : Arthropoda
Sub Filum        : Mandibulata
Kelas               : Crustacea
Sub Kelas        : Malacostraca
Ordo                : Decapoda
Sub Ordo        : Natantia
Famili              : Penaeidae
Genus              : Penaeus
Spesies            : Penaeus monodon

Gambar 1 Udang Windu (Penaeus monodon)
Sumber : www.hk_fish.net

            Tubuh udang windu terdiri dari dua bagian yaitu bagian depan dan bagian belakang. Bagian depan disebut bagian kepala yang sebenarnya terdiri dari bagian kepala dan dada yang menyatu. Oleh karena itu dinamakan kepala – dada (Cephalothorax). Pada bagian perut (abdomen) terdapat ekor di bagian belakangnya ( Suyanto dan Mujiman 2003).
Semua bagian badan terdiri dari ruas – ruas (segmen). Kepala – dada terdiri dari 13 ruas, yaitu kepala terdiri dari 5 ruas dan dada terdiri dari 8 ruas. Sedangkan bagian perut terdiri dari 6 ruas. Tiap ruas badan memiliki sepasang anggota badan yang beruas – ruas pula (Suyanto dan Mujiman 2003).
Seluruh tubuh tertutup oleh kerangka luar yang disebut eksoskeleton yang terbuat dari bahan chitin. Bagian cephalothorax tertutup oleh sebuah kelopak yang dinamakan kelopak kepala atau cangkang kepala (carapace). Di bagian depan, kelopak kepala memanjang dan meruncing yang pinggirnya bergigi atau biasa disebut rostrum. Di bagian perut terdapat 5 pasang kaki renang (pleopoda) yaitu pada ruas pertama sampai kelima. Sedangkan pada ruas keenam, kaki renang mengalami perubahan bentuk menjadi ekor kipas atau ekor (uropoda). Ujung ruas keenam ke arah belakang membentuk ujung ekor (telson). Di bawah pangkal ujung ekor terdapat lubang dubur (anus) (Suyanto dan Mujiman 2003). 

Pengawasan Mutu

           Pengawasan Mutu
Mutu adalah gabungan karakteristik produk dan jasa mulai dari tahap produksi, pemeliharaan, dan pemasaran yang menyebabkan produk dan jasa yang digunakan tersebut memenuhi harapan-harapan konsumen. Mutu makanan juga dapat didefinisikan sebagai gabungan dari sifat-sifat khas yang membedakan setiap satuan dari produk dan menunjukkanpengaruh yang nyata pada penerimaan oleh konsumen (Abdulah 1993).
Pengawasan mutu adalah suatu usaha pencegahan yang dilakukan selama proses produksi agar produk yang diperoleh tidak cacat. Pengawasan mutu tidak hanya dilakukan oleh salah satu bagian tetapi mencangkup seluruh bagian, mulai dari desain, marketing, rekyasa, pembelian produksi, pengemasan, pengangkutan dan pemasok bahan baku. Pengawasan mutu merupakan program atau kegiatan yang tidak terpisahkan dengan dunia usaha yang meliputi proses produksi, pengolahan, dan pemasaran produk (Soekarto 1990).
            Pengawasan mutu mempunyai cakupan pengertian yang luas meliputi beberapa aspek dan tingkatan, mulai dari tingkat perusahaan sampai nasional termasuk kebijaksanaan standardisasi, pengendalian mutu, jaminan mutu, pembinaan mutu dan perundang-undangan. Pengawasan mutu bertujuan untuk memberi pedoman mutu bagi produsen, membina pengembangan industri dan melindungi konsumen. Pada dasarnya pengawasan mutu itu diterapkan atau dilakukan sejak dari tahap pemanenan, penerimaan, proses produksi, peralatan, lingkungan dan tenaga kerja (Fardiaz 1999).
            Menurut Assauri 1980 dalam Gulo 2006, pengawasan mutu mempunyai tujuan sebagai berikut:
1.      Agar barang yang dihasilkan dapat mencapai standar mutu yang telah ditetapkan
2.      Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin
3.      Mengusahakan agar biaya desain dari produk menjadi sekecil mungkin
4.      Memperkecil biaya produksi
            Pengawasan mutu dapat dilaksanakan berdasarkan tiga prinsip, yaitu pengawasan atas bahan mentah, pengawasan atas proses dan inspeksi atau pengujian produk akhir. Dalam pengawasan mutu perlu dilakukan pengujian terhadap bahan baku atau produk sehingga kerusakan-kerusakan dapat diketahui dan diatasi. Pengujian ini meliputi pengujian organoleptik, mikrobiologi, kimia dan pengujian fisik (Direktorat Jenderal Perikanan 1981).
Menurut Prawirosentono (2001) secara garis besar pengendalian mutu dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a.    Pengendalian mutu bahan baku
Mutu bahan baku akan sangat mempengaruhi hasil akhir dari barang yang akan dibuat. Bahan baku dengan mutu yang jelek akan menghasilkan mutu barang yang jelek. Sebaliknya, bahan baku yang baik dapat menghasilkan barang yang baik. Pengendalian mutu bahan baku harus dilakukan sejak permintaan bahan baku digudang, selama penyimpanan, dan waktu bahan baku akan dimasukkan dalam proses produksi. Kelainan mutu bahan baku akan memberikan akibat mutu produk yang dihasilkan berada diluar standar mutu yang direncanakan.

b.    Pengendalian dalam proses pengolahan
Sesuai dengan diagram alur produksi dapat dibuat tahap-tahap pengendalian mutu sebelum proses produksi berlangsung. Tiap proses produksi diawasi sehingga kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam proses produksi bersangkutan dapat diketahui untuk selanjutnya segera dilakukan perbaikan.
Terdapat beberapa cara pengendalian mutu selama proses produksi berlangsung. Misalnya melalui contoh (sampel), yakni hasil yang diambil pada selang waktu yang sama. Sampel tersebut dianalisa secara statistik untuk memperoleh gambaran apakah sampel tersebut sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Bila tidak sesuai berarti proses produksinya salah. Pengawasan dilakukan terhadap seluruh tahapan proses produksi dari awal sampai akhir tanpa kecuali. Bila salah satu tahapan produksi diabaikan berarti pengendalian mutu tidak cermat.

c.    Pengendalian mutu produk akhir
Produk akhir harus diawasi mutunya sejak keluar dari proses produksi hingga tahap pembungkusan, penggudangan, dan pengiriman ke konsumen. Dalam pemasaran produk, perusahaan harus berusaha menampilkan produk yang bermutu. Hal ini hanya dapat dilaksanakan bila produk akhir tersebut dilakukan pengecekan mutu agar produk rusak tidak sampai ke tangan konsumen.

Sanitasi dan Higiene

          Sanitasi dan Higiene
Sanitasi dalam industri pangan berarti penciptaan dan pemeliharaan kondisi yang higiene dan sehat. Sedangkan higiene adalah suatu sistem dengan menerapkan prinsip sanitasi untuk menjaga kesehatan. Secara khusus sanitasi pangan diartikan suatu kondisi yang bebas dari zat-zat yang menjadi penyebab penyakit dan juga bebas dari bahan asing yang tidak bisa diterima. Sanitasi dalam industri pangn mencakup cara kerja aseptik dalam berbagi bidang yang meliputi persiapan, pengolahan, pengepakan, penyimpanan, maupun transpor makanan, kebersihan dan sanitasi ruangan dan alat-alat pengolahan pangan serta kebersihan dan kesehatan pekerja dibidang pengolahan pangan (Jenie dan Fardiaz 1989).
Sanitasi   dan   higiene   dari   suatu   pabrik   pengolahan   hasil   perikanan mempunyai hubungan yang erat dengan  mutu hasil   produk akhir (Jenie dan Fardiaz 1989). Unit pengolahan dan semua peralatan dan perlengkapan pembantu yang digunakan dalam proses pengolahan harus selalu mendapatkan perhatian, perawatan dan perbaikan agar selalu bersih dan saniter.
Meskipun suatu industri menghasilkan suatu produk yang bermutu tinggi, tetapi jika cara pembuangan limbah di sekitar industri tersebut tidak ditangani dengan benar, maka dapat merusak dan mengganggu lingkungan hidup disekitarnya yang dapat berakibat fatal (Jenie dan Fardiaz 1989).

Pengolahan Bakso Ikan

            Pengolahan Bakso Ikan
Pada prinsipnya proses pembuatan bakso dibagi menjadi empat tahap (Wibowo 2006), yaitu:
a.    Penghancuran dan Pelumatan daging
Penghancuran daging ditujukan untuk memecah dinding sel serabut otot daging sehingga memudahkan protein larut garam seperti myosin dan aktin yang dapat diekstrak keluar dengan menggunakan larutan garam (Wibowo 2006). Menurut Wilson et al. (1981) dalam Ariffianto (2010), penghancuran daging dapat dilakukan dengan cara mencacah (mincing), menggiling (grinding) atau mencincang sampai lumat (chopping).

b.    Pembuatan Adonan
Proses pembuatan adonan dapat dilakukan dengan mencampur seluruh bahan kemudian menghancurkannya sehingga menbentuk suatu adonan.  Dapat juga dengan cara menghancurkan daging baru kemudian mencampurkannya dengan seluruh bahan lainnya (Wilson et al. 1981 dalam Ariffianto 2010). Untuk mempertahankan stabilitas adonan, maka suhu adonan tidak bolleh melebihi 20 oC karena dapat mengakibatkan terhambatnya ekstraksi protein serabut otot sehingga terjadi koagulasi protein (Pisula 1984 dalam Ariffianto 2010).

c.    Pencetakan adonan
Pencetakkan bakso dilakukan dengan cara membentuk adonan menjadi bulatan-bulatan sebesar kelereng atau lebih besar dengan menggunakan tangan. Pemasakan bakso umumnya dilakukan dengan merebusnya di dalam air mendidih dan dapat juga dengan uap air panas pada suhu 85-100 oC. Pengaruh pemasakan ini terhadap adonan bakso adalah terbentuknya struktur produk yang kompak (Wibowo 2006).

d.   Pemanasan
Pengolahan daging yang disertai pemanasan akan menyebabkan perubahan dalam penampakan, flavor, tekstur dan kandungan nutien. Perubahan drastis selama perebusan seperti pengkerutan dan pengerasan jaringan disebabkan oleh perubahan protein otot. Pemanasan sampai 40 oC tidak memberikan pengaruh yang berarti pada sifat mekanik daging (Schmidt 1988 dalam Ariffianto 2010).

Mutu Bakso Ikan

            Mutu Bakso Ikan
Mutu suatu    produk    merupakan     salah    satu   faktor   utama  pada suatu produk yang membedakan tingkat penerimaan produk tersebut kepada konsumen. Persyaratan   mutu   dan   keamanan pangan bakso ikan berdasarkan SNI 01-7265.1-2006 disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Persyaratan mutu dan keamanan pangan bakso ikan
Jenis uji
Satuan
Persyaratan
Sensori
Angka (1-9)
Minimal 7
Cemaran mikroba :


-   ALT
Koloni/g
Maksimal 5,0 x 104
-   Escherichia coli
APM/g
Maksimal <3,6
-   Salmonella
per 25 g
Negatif
-  Staphylococcus aureus
koloni/g
Maksimal 1000
-  Vibrio cholerae*)
per 25 g
Negatif
-   Vibrio parahaemolyticus*)
per 25 g
Negatif
Uji kimia:*)


Raksa (Hg)
mg/kg
Maksimal 0,5
- Timah hitam (Pb)
mg/kg
Maksimal 2
- Kadmium (Cd)
mg/kg
Maksimal 0,05
Fisika:


Suhu pusat
°C
Maksimal –18
CATATAN : * Bila diperlukan
                 Sumber : BSN (2006)